Semarang, NU Online Jateng  Magister Ilmu Politik dan Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) belum lama ini menggelar Seminar dan Kuliah Tamu bertema “Tokoh Politik di Media Sosial: Fakta atau Gimmick?”. Acara berlangsung di Meeting Room Lantai 6 Gedung Dekanat Unwahas, Sampangan, dan dihadiri mahasiswa serta dosen dari berbagai jenjang.   Dekan FISIP Unwahas, Ali Martin, dalam sambutan pembuka, mengapresiasi kegiatan ini sebagai bagian dari penguatan kompetensi mahasiswa dalam memahami dinamika politik kontemporer. 

“Kami ingin mahasiswa tidak hanya menjadi penonton, tapi juga analis dan pelaku politik yang cerdas dan etis,” tegasnya dalam rilis resminya. Senin (14/7/2025).   Melalui seminar ini, peserta diajak untuk lebih kritis melihat citra tokoh politik di media sosial—antara yang benar-benar otentik dan sekadar rekayasa digital.

“Kita butuh politisi yang benar-benar otentik, bukan sekedar pencitraan semu, atau bahkan palsu, tegas Ali Martin. 

Acara yang digelar pada Jumat (11/7/2025) ini juga menjadi pengingat bahwa di balik layar ponsel, ada kekuatan narasi yang mampu membentuk persepsi publik dan arah demokrasi ke depan.   Medsos: Panggung Membangun Citra Seminar ini menghadirkan dua narasumber yang kompeten di bidangnya. Pembicara pertama adalah Tim Ahli DPR/MPR RI sekaligus Konsultan Digital, Prio Hananto, yang memaparkan tren komunikasi politik di media sosial.   Pembicara kedua, Azmi Muttaqin, dosen Ilmu Politik Unwahas, memberikan perspektif akademik mengenai perubahan relasi antara politisi dan publik dalam era digital.    Seminar ini dipandu oleh moderator Zudi Setiawan, yang juga merupakan Wakil Dekan dan juga dosen Ilmu Politik Unwahas.   Dalam paparannya, Prio Hananto menekankan bahwa media sosial kini menjadi panggung utama bagi tokoh politik untuk membangun citra.

“Tidak semua konten itu benar-benar mencerminkan karakter asli seorang politisi. Banyak yang bersifat gimmick untuk menarik perhatian publik, terutama generasi muda,” ujarnya.   Ia juga mengungkap strategi digital yang biasa digunakan dalam kampanye politik, seperti penggunaan micro-targeting, buzzer, hingga pengelolaan narasi publik melalui algoritma.   Sementara itu, Azmi Muttaqin menyoroti sisi etika dan dampak jangka panjang dari politik pencitraan.   Ia menekankan pentingnya literasi politik digital bagi masyarakat agar tidak mudah terjebak pada simbol dan drama yang kerap ditampilkan di media sosial.   “Media sosial memang membuka ruang demokratisasi informasi, tetapi juga menyuburkan polarisasi jika digunakan secara manipulatif,” jelas Azmi.   Seminar ini berlangsung dengan suasana hangat dan interaktif, terutama ketika sesi diskusi dibuka.   Mahasiswa aktif mengajukan pertanyaan kritis, mulai dari fenomena politik identitas di media sosial hingga tantangan menjaga integritas komunikasi politik di tengah banjir informasi.   Sebagai informasi, disela-sela seminar juga digelar pelantikan Forum Mahasiswa Magister Ilmu Politik (Formapol) periode 2025-2026. Pada sesi itu, Ali Muhson resmi menggantikan Didik T. Atmaja untuk memimpin forum mahasiswa di tingkat Magister Ilmu Politik (MIP) Unwahas.

Program Magister Ilmu Politik (MIP) FISIP Universitas Wahid Hasyim Semarang sukses menyelenggarakan acara Kuliah Umum dan Bedah Buku “Pasar Gelap Demokrasi” karya Dr. Rofiq Mahfudz pada Sabtu (19/4/2025).

Acara yang digelar di Gedung D Pascasarjana Kampus Unwahas Sampangan Semarang, ini menghadirkan penulis langsung sebagai narasumber utama, serta sosok akademisi MIP sebagai pembanding, Dr. Ahmad Maulani.

Dalam buku yang merupakan hasil riset disertasinya, Rofiq Mahfudz mengkritisi fenomena oligarki, praktik transaksional dalam pemilu, serta distorsi nilai-nilai demokrasi di Indonesia.

Penulis yang juga Dosen UIN Walisongo Semarang itu menyoroti bagaimana demokrasi tidak lagi menjadi ruang partisipasi publik yang murni, melainkan telah disusupi kepentingan-kepentingan pasar gelap kekuasaan.

Sementara itu, Ahmad Maulani sebagai pembanding tak menampik adanya fenomena pasar gelap demokrasi sebagaimana tertuang dalam buku karya Rofiq, yang saat ini menjabat sebagai pengurus PWNU Jateng.

“Kita tak menampik pasar gelap demokrasi ini. Semua tahu, faktanya memang seperti itu, yang terjadi, “ujar Ahmad Maulani.

Meski demikian, sosok yang berpengalaman panjang sebagai staf khusus DPR RI ini mendorong mahasiswa untuk tetap optimis terwujudnya demokrasi yang substansial.

“Kuncinya adalah kita semua, harus tetap hadir mendorong adanya pendidikan politik bagi masyarakat, bagi generasi muda, “imbuhnya.

Acara ini mendapat antusiasme yang sangat tinggi dari mahasiswa, utamanya mahasiswa magister dan mahasiswa Rekognisi Pembelajaran Lanjut (RPL).

Hadir pula dalam bedah buku, Kaprodi Ilmu Politik M. Nuh, S. Sos., M. Si., pengamat Pilkada Drs. Joko J. Prihatmoko, M. Si., akademisi Ilmu Politik Zudi Setiyawan, M. Si.

Diskusi yang dimoderatori Ketua Forum Mahasiswa Magister Ilmu Politik (FORMAPOL), Didik T. Atmaja, ini berlangsung dinamis. Banyak pertanyaan kritis dari peserta, yang sejatinya tak hanya membahas isi buku, tetapi juga relevansinya terhadap situasi sosial-politik kontemporer.

Pada kesempatan itu, Dekan FISIP Unwahas, Dr. Ali Martin, M.Si., menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya akademik untuk mendorong diskursus politik yang lebih reflektif dan kritis.

“Melalui bedah buku ini, kami berharap mahasiswa dapat memahami lebih dalam realitas demokrasi yang terjadi di balik layar institusi formal,” ujarnya.

Ali Martin juga menambahkan, isu pasar gelap demokrasi ini bisa dilanjutkan dalam diskusi perkuliahan magister yang saat ini telah berlangsung, usai libur lebaran 2025.

Acara yang dimulai pukul 13.00 wib itu, ditutup dengan penandatanganan buku oleh penulis bagi mahasiswa yang telah memilikinya, penyerahan sertifikat serta ucapan terima kasih.

Pergantian Pengurus FORMAPOL

Selain menjadi forum intelektual, acara ini juga menjadi ruang temu lintas angkatan mahasiswa magister dan RPL. Selain itu, momen ini juga didedikasi sebagai forum reorganisasi FORMAPOL di bawah kepemimpinan Didik T. Atmaja yang telah memasuki purna.

Sebagai informasi, FORMAPOL adalah organisasi mahasiswa di tingkat magister yang digagas sebagai ruang silaturahmi, temu gagasan, pemikiran dan diskusi antarmahasiswa serta membangun jejaring lintas angkatan.

Di awal pembentukannya pada 2024 lalu, organisasi ini menunjuk eks jurnalis senior Kedaulatan Rakyat, Isdiyanto, sebagai penasehat. Sedangkan bertindak sebagai pengurus harian antara lain Didik T. Atmaja (Ketua), M. Ridwan Muttaqien (Sekretaris) dan M. Hayu Muslihat (Bendahara). (HS-06)

KBRN, Semarang: Program Magister Ilmu Politik Universitas Wahid Hasyim Semarang meningkatkan mutu dan akselerasi pembelajaran dalam memenuhi tantangan global. Untuk itu program Magister Ilmu Politik melakukan rangkaian kunjungan akademis ke Singapura dan Malaysia, pada 11-15 Januari 2025.

Dekan FISIP Unwahas, Dr Agus Riyanto mengatakan kegiatan sebagai ajang untuk sharing sekaligus mempelajari praktik terbaik dalam pengelolaan kurikulum berbasis internasional. Selain itu untuk  membangun jejaring akademik internasional.

“Diharapkan dari hasil kunjungan ini dapat dikembangkan di MIP Unwahas. Sehingga lulusan program ini tidak hanya memiliki kompetensi akademik yang unggul tetapi juga mampu berkontribusi di tingkat global, “ujarnya dalam pesan tertulis, Sabtu (18/1/2025).

Ketua Program Magister Ilmu Politik, Dr. Ali Martin menjelaskan kunjungan mahasiswa juga menjadi  bagian dari kegiatan joint seminar.  Seminar dengan tema “Pentadbiran Awam: Membina Perdamaian dan Toleransi dalam Masyarakat Berbilang Kaum di Malaysia dan Indonesia” menjadi bagian dari rangkaian KKL mahasiswa mulai dari Singapura hingga Malaysia.

“Di Singapura, mahasiswa kita ajak melacak jejak sejarah Islam Nusantara dengan berkunjung ke Masjid Sultan dan juga kawasan hunian warga Melayu. Selain itu berkunjung ke tempat singgah orang Indonesia yang hendak menunaikan ibadah haji di Mekah pada masa lampau, yakni Haji Lane, “paparnya.

Sementara di Malaysia, ungkap Ali Martin, mahasiswa mengikuti program joint seminar hingga penjajakan kerja sama sinergis dengan Universiras Malaya. “Kami rasa cukup memiliki pengalaman yang panjang di dunia akademis, jadi, kita ingin sharing diskusi multikultur, keagamaan dan toleransi,”imbuhnya.

Esposin, SEMARANG — Program Magister Ilmu Politik (MIP) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang baru-baru ini melakukan rangkaian kunjungan akademis ke Singapura-Malaysia, Sabtu-Rabu (11-15/1/2025). Langkah itu dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu serta akselerasi pembelajaran dalam memenuhi tantangan global. Kegiatan ini juga dijadikan sebagai ajang untuk sharing sekaligus mempelajari praktik terbaik dalam pengelolaan kurikulum berbasis internasional serta membangun jejaring akademik internasional.

Delegasi yang dipimpin langsung Dekan FISIP Dr. Agus Riyanto, M.Si itu didampingi Ketua Program Studi Magister Ilmu Politik Dr. Ali Martin, M. Si, serta Kepala Kantor Urusan International dan Kerjasama (KUIK)  Dr. Nanang Nurcholis. Di Universitas Malaya, rombongan MIP Unwahas disambut hangat oleh Rektor, Profesor Dr Mohd Roslan bin Nohf Nor, jajaran pimpinan fakultas serta beberapa dosen. 

Dekan FISIP Dr. Agus Riyanto mengatakan, interaksi dengan para dosen dan mahasiswa di Universitas Malaya turut memberikan wawasan baru mengenai dinamika pendidikan politik serta dalam kaitannya dengan kehidupan toleransi dan multikulturalisme. 

“Diharapkan dari hasil kunjungan ini dapat dikembangkan di MIP Unwahas, sehingga lulusan program ini tidak hanya memiliki kompetensi akademik yang unggul tetapi juga mampu berkontribusi di tingkat global, “ujarnya.

Sementara itu, Ketua Program Magister Ilmu Politik Dr. Ali Martin menjelaskan kunjungan mahasiswa MIP Unwahas ini juga bagian dari kegiatan joint seminar dengan tema “Pentadbiran Awam: Membina Perdamaian dan Toleransi dalam Masyarakat Berbilang Kaum di Malaysia dan Indonesia”. Ali Martin juga menambahkan, kegiatan ini bagian dari serangkaian kegiatan Kunjungan Kerja Lapangan (KKL) yang mulai dari Singapura hingga Malaysia. 

“Di Singapura, mahasiswa kita ajak melacak jejak sejarah Islam Nusantara dengan berkunjung ke Masjid Sultan dan juga kawasan hunian warga Melayu sekaligus tempat singgah orang Indonesia yang hendak menunaikan ibadah haji di Makkah pada masa lampau, yakni Haji Lane,” paparnya. 

Sementara di Malaysia, ungkap Ali Martin, mahasiswa mengikuti program joint seminar hingga penjajakan kerja sama sinergis dengan Universiras Malaya. “UM itu kampus tua di Malaysia, ya. Berdiri sejak 1905, dan kami rasa cukup memiliki pengalaman yang panjang di dunia akademis. Jadi, kita ingin sharing diskusi multikultur, keagamaan dan toleransi bersama mahasiswa magister dan Ph.D di perguruan tinggi itu, “imbuhnya.

Terkait kerja sama, para pimpinan dan dosen pendamping juga menjajaki upaya kerja sama baik dibidang pertukaran mahasiswa dan dosen, penelitian bersama serta upaya-upaya kerja sama jangka panjang. Di Malaysia, delegasi MIP Unwahas juga bersilaturahmi dengan PCINU Malaysia. Bersama  Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta Program Doktoral Pendidikan Agama Islam, mereka menggelar pertemuan membahas agenda evaluasi  kegiatan yang sudah dilakukan sebelumnya. 

Untuk diketahui, kerja sama sebelumnya yakni program magang di Sanggar Belajar & UMKM diaspora NU Malaysia, serta sharing desain program kolaborasi selanjutnya dalam bidang pendidikan, hukum, ekonomi dan lainnya. Delegasi MIP juga mengunjungi Masjid Putra yang tak lain adalah salah satu ikon arsitektur Islam modern di Asia Tenggara serta kegiatan rekreasi lainnya. (NA)

SEMARANG (Jatengdaily.com) – Setidaknya ada dua hal yang menjadi benang merah dari ruang diskusi yang digelar Forum Mahasiswa Magister Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Wahid Hasyim (Formapol FISIP – Unwahas) Rabu, 5 Juni 2024.

Pertama adalah hentikan pembahasan RUU tentang Penyiaran dan yang kedua adalah jangan mengkambinghitamkan Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI.

“Dari hasil diskusi atau dialog pagi ini ada dua hal yang bisa digaris bawahi. Pertama, DPR RI harus menghentikan menghentikan pembahasan RUU tentang Penyiaran dan kedua jangan mengambinghitamkan KPI dengan masuknya salah satu pasal kontroversial RUU Penyiaran,” tegas Isdiyanto Isman yang menjadi moderator dialog pembahasan RUU tentang Penyiaran.

Isdiyanto Isman menjelaskan, masuknya Pasal 50 B ayat (2) huruf C dalam pembahasan RUU tentang Penyiaran yakni mengenai larangan liputan investigasi jurnalistik.

“Sebab, dalam lingkup pemberantasan korupsi, produk jurnalistik investigasi menjadi kanal alternatif membongkar praktik kejahatan yang merugikan negara. Dan, ternyata KPI tidak tahu menahu draft tentang beberapa pasal yang menimbulkan kontroversi publik itu.”

Penegasan Isdiyanto sebagai closing acara tersebut mengacu pada pembicara pertama, yakni Anas Syahirul Alim, Komisioner KPID Jateng. “Masuknya pasal kontroversial yang berisi pelarangan penanyangan liputan investigasi jurnalistik, bukan ide KPI sebagaimana yang berkembang di masyarakat saat ini. Kami malah tidak tahu dari mana draf itu,” jelas Anas.

Pembicara kedua, Zaenal Petir menyatakan masyarakat harus melawan produk undang-undang yang merugikan rakyat, yang hanya menjadi rakyat sebagai objek bukan subjek. “Negara gendeng! Investigasi jurnalistik kok dilarang. Jika produk jurnalistik investigasi akan dilarang, tak ada kata lain selain Lawan. Pasal kontroversial jika disahkan menjadi undang-undang akan memberangus kebebasan pers, pasal ini akan membungkam pers,” tegasnya.

Zainal Petir menambahkan kalau pasal terkait pelarangan investigasi jurnalistik tidak dihapus maka negara telah melakukan penghianatan konstitusi. Lihat saja, kata Petir, pasal 28F UUD 1945 jelas mengamanatkan “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

Pembicara selanjutnya, yakni Agus Riyanto, Akademisi Ilmu Politik FISIP Unwahas menyatakan bahwa pers atau media adalah salah satu dari pilar ke- 4 demokrasi di luar pilar demokrasi formal, eksekutif, yudikatif, dan legislatif.

“Ketika semua (ketiga pilar demokrasi itu) memble, maka harapan satu-satunya ya ke lembaga pers. Tapi kalau ada pelarangan jurnalistik investigatif, ini adalah sama saja penghapusan hak dan kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kebebasan pers adalah hak universal, hak masyarakat memperoleh informasi yang seluas-luasnya,” tandasnya.

Menurut dia, revisi sebuah undang-undang bukan untuk mengebiri hak-hak masyarakat memperoleh informasi. “Seakan-akan kita, Bangsa Indonesia, menuju fenomena kemunduran demokrasi.”

Agus Riyanto memperingatkan seluruh warga Indonesia akan posisi skor demokrasi. Perkembangan skor global freedom Indonesia menurun dari tahun ke tahun. Pada Tahun 2017 kita di posisi 65 dunia, 2018 di posisi 64, 2019 di posisi 62, 2020 di posisi 61, 2021 di posisi 59, dan di 2022 di posisi 58.

“Publik tetap harus mengawal proses RUU tentang Penyiaran kalau mau dilanjutkan revisinya. RUU tentang Penyiaran harus diikhtiarkan sebagai penguatan fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi, menjamin kebebasan pers dan media yang bertanggungjawab sesuai degan kaidah-kaidah jurnalistik serta jaminan warga negara untuk mendapatkan informasi yang kredibel dan independen.”

Menurut Agus, pembahasan RUU tentang Penyiaran sebaiknya ditunda atau dihentikan. “(Rezim) ini lebih parah dari Orde Baru,” katanya.

Menurut Ketua Formapol Didik T. Atmaja SIP didampingi Sekretaris Ridwan Muttaqien SSos MSc, dialog pembahasan “Revisi RUU Penyiaran” yang kini menyisakan polemik publik itu akan digelar di Meeting room Gedung Dekanat (Lt 6) Kampus 1 Unwahas, Jalan Menoreh Tengah, Sampangan, Gajahmungkur, Semarang.

“Kami menghadirkan tiga narasumber pada dialog. Yakni, pertama: Zaenal Abidin Petir SH MH, Wakil Ketua PWI Jateng Bidang Pembelaan Wartawan, kedua: Anas Syahirul Alim, Komisioner KPID Jateng, dan ketiga: Agus Riyanto, Akademisi Ilmu Politik FISIP Unwahas, dengan moderator Isdiyanto Isman SIP, wartawan senior Kedaulatan Rakyat yang juga mahasiswa Magsiter Ilmu Politik Unwahas,” katanya.

Sementara itu, Isdiyanto Isman menjelaskan latar belakang dialog “pembahasan revisi RUU Penyiaran”. “Negara ini nampak tidak sedang baik-baik saja. Setahun sebelum lengsernya pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) serta gonjang-ganjing Pemilu 2024 banyak aturan serta
perundang-undangan yang diubah. Alih-alih mewariskan sistem politik dan hukum yang baik, Pemerintahan Jokowi belakangan ini justru acapkali menimbulkan hal-hal kontroversif,” kata Isdiyanto Isman. 

Semarang, NU Online Jateng Ijin pembukaan tiga Program Studi (Prodi) strata dua (S-2) di lingkungan Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang telah turun, ketiga prodi itu meliputi Ilmu Hukum, Manajemen, dan Ilmu Politik. Ijin pembukaan tiga prodi itu dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi ( Mendikbudristek) dan diserahkan Kepala  Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) wilayah VI JawabTengah Bhimo Widyo Andoko kepada Rektor Unwahas Prof Mudzakkir Ali Gedung Dekanat Kampus I Unwahas Jl Menoreh Tengah Sampangan Kota  Semarang, Rabu, (10/1/2024). Rektor Unwahas Prof KH Mudzakir Ali mengapresiasi dan menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada LLDIKTI wilayah VI Jateng yang membantu kelancaran  terbitnya ijin pembukaan tiga prodi magister.

“Penambahan tiga prodi ini mengandung konsekuensi tidak hanya akan penambahan jumlah mahasiswa, tetapi juga tuntutan kualitas dan mutu serta sarana prasarana perkuliahan yang tidak boleh diabaikan,” kata Prof Mudzakir kepada NU Online Jateng, Selasa (16//2024).

Menurutnya, sebagai perguruan tinggi yang berusia 20 tahun lebih Unwahas memiliki pengalaman yang cukup untuk menyiapkan dan merealisasikan berbagai konsekuensi yang timbul atas adanya penambahan 3 prodi baru itu.

“Terkait dengan tiga prodi baru itu, Unwahas sudah menyiapkan segala sesuatunya, terutama yang menunjang kelancaran aktivitas perkuliahannya. Tahun ini, 3 prodi tingkat magister itu mulai melayani pendaftaran mahasiswa baru,” ujarnya. Dikatakan, pendaftaran mahasiswa baru 3 prodi itu dijadwalkan mulai tanggal 24 Pebruari mendatang. Pengelola program pasca-sarjana optimis 3 prodi tingkat magister direspons positif masyarakat yang berminat meningkatkan kualitas diri di bidang hukum, manajemen, dan politik Koordinator LLDIKTI wilayah VI Jateng  Bhimo Andoko usai menyerahkan SK Mendikbudristek menyampaikan selamat dan sukses kepada Unwahas. Dikatakan, penambahan 3 prodi baru diharapkan akan semakin menambah daya dorong dan pelengkap bagi Unwahas untuk menuju akreditasi  unggul. “Agar semua prodi di Unwahas semakin berkualitas kami mengharapkan agar Unwahas terus bersinergi dengan pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat,” pungkasnya.