Kuala Lumpur – Pengalaman magang seringkali menjadi jembatan antara teori di bangku kuliah dengan praktik di dunia kerja. Bagi Areif Prasetyo, mahasiswa Ilmu Politik angkatan 2021 dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas), jembatan itu membawanya langsung ke jantung diplomasi regional: Fungsi Politik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur.

Selama tiga minggu, Areif tidak hanya menyaksikan, tetapi terlibat aktif dalam dinamika hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. Pengalamannya ini menyoroti bagaimana kemampuan analisis politik yang diasah di kampus sangat relevan dan dibutuhkan dalam operasional diplomatik sehari-hari.

Areif memulai tugasnya dengan pekerjaan fundamental yang ternyata memiliki implikasi strategis mendalam. Ia dipercaya menyusun kalender agenda Fungsi Politik KBRI Kuala Lumpur, sebuah tugas yang menuntut koordinasi intensif dengan berbagai pihak, mulai dari pejabat pemerintah Malaysia hingga perwakilan internasional.

“Setiap pertemuan, setiap agenda, memiliki makna strategis yang mendalam,” ujar seorang diplomat senior yang memberikan arahan kepada Areif.

Tugas lain yang menguji kemampuan analisisnya adalah pembuatan laporan berita politik Malaysia. Hal ini memaksa Areif untuk menerapkan ilmu perbandingan politiknya secara langsung, menganalisis dinamika internal Malaysia yang kompleks.

“Menganalisis langsung dinamika politik Malaysia memberi dimensi baru yang tidak bisa didapat hanya dari textbook,” refleksi Areif, membandingkan pengalaman lapangan dengan mata kuliah Perbandingan Politik yang ia ambil di FISIP Unwahas.

Momen paling berkesan dan menantang datang saat Areif terlibat dalam persiapan dan pelaksanaan resepsi diplomatik. Acara yang dihadiri oleh perwakilan negara asing, pejabat tinggi, dan tokoh masyarakat ini menjadi pelajaran praktis tentang protokol diplomatik.

Jika mata kuliah Teori Hubungan Internasional memberikan pemahaman konseptual, pengalaman di lapangan mengajarkan kompleksitas praktik. Areif ditugaskan mengelola tabel nama tamu, sebuah pekerjaan yang terlihat teknis namun krusial.

“Diplomasi dimulai dari hal-hal detail seperti ini,” kata koordinator acara.

Tugas ini melibatkan seni mengatur tempat duduk berdasarkan jabatan, afiliasi, dan hubungan antar tamu, di mana setiap penempatan memiliki implikasi pada interaksi selama acara. Tantangan terbesar adalah ketika daftar tamu mengalami perubahan mendadak. Di sinilah Areif menerapkan sistem manajemen data real-time, yang tidak hanya menyelamatkan acara dari kekacauan last-minute tetapi juga menghasilkan database tamu yang lebih terstruktur bagi KBRI untuk acara-acara mendatang.

Di minggu terakhir, Areif terlibat dalam tugas yang lebih strategis: menyusun laporan kunjungan Perdana Menteri Thailand ke Malaysia dan melakukan riset mendalam tentang critical raw materials di Malaysia.

Riset tentang critical raw materials menjadi proyek yang paling menantang. Areif harus menggabungkan aspek politik, ekonomi, dan strategis. “Mata kuliah Ekonomi Politik sangat membantu dalam memahami interkoneksi antara aspek ekonomi dan politik dalam konteks hubungan internasional,” ungkapnya.

Hasil riset ini menghasilkan rekomendasi konkret untuk kerja sama bilateral, menunjukkan bahwa mahasiswa Ilmu Politik dapat berkontribusi langsung pada perumusan kebijakan luar negeri dan ekonomi.

Pengalaman di KBRI Kuala Lumpur telah mengubah cara pandang Areif tentang Ilmu Politik. Ia melihat bagaimana teori-teori besar seperti realisme, liberalisme, dan konstruktivisme diterapkan dalam praktik diplomasi sehari-hari.

“Kemampuan analisis politik yang diasah di FISIP Unwahas, ditambah dengan pemahaman tentang sistem internasional, ternyata sangat dibutuhkan dalam dunia diplomasi,” tegas Areif.

Ia berpesan kepada mahasiswa Ilmu Politik lainnya untuk tidak hanya fokus pada teori, tetapi juga mencari pengalaman praktis di institusi strategis seperti KBRI atau Kementerian Luar Negeri.

“Persiapkan diri dengan pemahaman dasar tentang politik Indonesia dan dinamika regional ASEAN. Kemampuan bahasa Inggris yang baik juga sangat penting. Yang terpenting, miliki curiosity yang tinggi dan jangan takut untuk bertanya,” tutup Areif, memberikan tips praktis bagi calon diplomat muda Indonesia.

Kisah Areif Prasetyo membuktikan bahwa mahasiswa Ilmu Politik memiliki potensi besar untuk menjadi bridge-builder antar bangsa dan berkontribusi nyata dalam mendukung kepentingan nasional di kancah internasional.

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang baru saja merayakan Dies Natalis Ke-24 dengan berbagai kegiatan, termasuk pemilihan duta fakultas.

Asrof Farouq Ahmad Farizzi, mahasiswa Program Studi Ilmu Politik; Viontin Sahna Ivana, mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional; dan Azimatul Awaliyah, mahasiswi Program Studi Ilmu Politik, terpilih sebagai Duta FISIP Unwahas.

Wakil Dekan FISIP Unwahas, Anna Yulia Hartanti, menjelaskan bahwa pemilihan duta fakultas ini diadakan dalam rangka memeriahkan Dies Natalis Ke-24 FISIP sekaligus Dies Natalis Ke-24 Universitas Wahid Hasyim.

Selain pemilihan duta, acara tersebut juga dimeriahkan dengan berbagai lomba, di antaranya lomba pidato Bahasa Inggris, pidato Bahasa Arab, dan lomba MC/presenter.

Dalam lomba pidato Bahasa Inggris, juara pertama diraih oleh Silvina Attaya Syalwa, diikuti oleh Maftukhatul Awwaliyah di posisi kedua, dan Puspita Sari di posisi ketiga.

Untuk lomba pidato Bahasa Arab, juara pertama ditempati oleh Dimas Junantono, dengan Asrof Farouq Ahmad Farizzi dan Muhammad Maftuh sebagai juara kedua dan ketiga.

Sementara itu, pada lomba MC/presenter, Fisca Ferina Nandari berhasil meraih juara pertama, diikuti oleh Alvina Lutfi Febriyanti dan Talia Nuril Khoyrani sebagai juara kedua dan ketiga.

Penyerahan hadiah dilakukan oleh Dekan FISIP, Agus Riyanto, didampingi Ketua Program Studi Hubungan Internasional Ismiyatun, Ketua Program Studi Ilmu Politik Mohammad Nuh, serta Ketua Program Studi Magister Ilmu Politik Ali Martin.

Acara Dies Natalis ini juga diwarnai dengan khataman Al-Qur’an 30 juz oleh para dosen dan mahasiswa. Wakil Rektor Unwahas, Andi Purwono, memimpin pembacaan doa dan tahlil dalam acara tasyakuran yang digelar bersamaan.

Sebagai penutup rangkaian acara, Dekan FISIP Agus Riyanto memotong tumpeng dan menyerahkan hadiah kepada para juara lomba. Sebelumnya, para dosen turut melakukan ziarah ke makam wali di Demak dan Kota Semarang sebagai bentuk penghormatan dan tradisi yang terus dijaga oleh sivitas akademika Unwahas.

Sumber: https://aboutsemarang.id/pemilihan-duta-fisip-meriahkan-dies-natalis-ke-24-universitas-wahid-hasyim/

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Wahid Hasyim gelar kuliah umum Dosen tamu dengan tema ”Pemilu 2024 Di Amerika Serikat Dan Indonesia: Memproyeksikan Masa Depan Demokrasi”. Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari Associate Profesor Arizona State Unversity Amerika Serikat, Bapak Peter Suwarno, Ph.D,. di Ruangan Rapat Lt. 6 Gedung Dekanat Universitas Wahid Hasyim pada Selasa, 28 Mei 2024.

Kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, mahasiswa S2 Prodi Ilmu Politik, serta seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Bapak Peter Suwarno, Ph.D, selaku pemateri membawakan materi dengan sangat menarik, beliau memaparkan Bagaimana Politik agama yang terjadi di Amerika sehingga para mahasiswa menaruh perhatian dan rasa penasaran akan materi yang disampaikan.

Peter Suwarno membahas tentang berbagai tantangan yang dihadapi oleh demokrasi di seluruh dunia, termasuk polarisasi politik yang meningkat dan pergeseran nilai. Dia menyebutkan bahwa Amerika Serikat menghadapi tantangan signifikan terhadap demokrasinya, sementara Indonesia juga memiliki tantangannya sendiri dalam menjaga dan mengembangkan demokrasinya. Bagaimana agama dapat digunakan sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan politik. Dia menyebutkan contoh Donald Trump di Amerika Serikat dan bagaimana dia menggunakan retorika agama untuk menarik basisnya.

Kuliah ini juga membahas tentang perbedaan antara Partai Demokrat dan Republik di Amerika Serikat. Kedua partai memiliki perbedaan yang signifikan dalam kebijakan mereka tentang imigrasi, hak-hak sipil, hak reproduksi, hak LGBT, dan program sosial. Suwarno menyimpulkan kuliahnya dengan menyatakan bahwa perdamaian hanya mungkin terjadi ketika individu memiliki pemahaman yang baik tentang kitab suci agama mereka. Dia juga membahas tentang peran media sosial di Indonesia dan bagaimana hal itu memudahkan para pemimpin agama untuk menyebarkan pesan mereka. Namun, dia juga menunjukkan ironi bahwa Indonesia, negara yang sangat religius, juga memiliki tingkat korupsi yang tinggi.

yang sangat penting dan membawa pengaruh yang besar bagi masyarakat dan juga jalannya Pemerintahan di sebuah Negara

Bahkan pada sesi tanya jawab, terdapat pertanyaan-pertanyaan menarik seputar Demokrasi dan Religi yang berkaitan dengan Politik Identitas di Amerika Serikat dan Indonesia. Ridwan Mutaqin Mahasiswa S2 Prodi Ilmu Politik sebagai penanya pertama bertanya tentang ”Mengapa di Amerika Serikat menjadikan Politik agama untuk mengambil hati di beberapa negara bagian, sedangkan ketika kita bicara di Indonesia Politik identitas itu dianggap hal yang tidak menarik atau tidak baik dan apakah Politik identitas merusak Demokrasi?”. Beliau berkata bahwa kalau secara umum ”Iya” bahwa Politik identitas merusak Demokrasi. Karena, bagaimanapun juga hampir setiap negara ada banyak identitasnya walaupun satu etnic pasti ada identitasnya. Di Indonesia senidiri Politik identitas masih ada, walaupun itu ntah sudah diredam ditekan atau karena sudah dibeli. Identitas perlu sepanjang bukan untuk dominasi. Tapi, kalau identitas sepanjang itu di tujukan untuk membela mereka yang termarginalisasi ya itu untuk mereka menuntaskan mereka untuk berpartisipasi secara demokratis, akhirnya persamaan hak. Jadi, identitas yang bertujuan untuk persamaan hak itu penting, tapi kalau untuk dominasi itu tidak Demokratis.   

Kuliah umum ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang Pemilu dan Demokrasi yang keberadaannya membawa pengaruh bagi Masyarakat dan juga jalannya pemerintahan sebuah Negara. Terutama bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dapat menjadikan kuliah umum ini sebagai informasi dan pengetahuan dasar untuk dapat digali lebih dalam lagi di masa yang akan datang.

–– Areif Prasetyo, Mahasiswa Ilmu Politik FISIP Universitas Wahid Hasyim Semarang, Ketua Aswaja Muda Universitas Wahid Hasyim Semarang.

SEMARANG,Suaranahdliyin.com –  Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Wahid Hasyim bekerjasama dengan The American Institute for Indonesian Studies (AIFIS) menyelenggarakan kuliah umum yang bertajuk “Pesantren dan Pergulatan Ideologi Politik di Indonesia” (22/10/2018).

Kuliah umum menghadirkan narasumber Prof. Ronald Lukens-Bull, Ph.D yang merupakan Professor Anthropology and Religious Studies pada University of North Florida, Amerika Serikat.

Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik H. Agus Riyanto, S.IP, M.Si. menyampaikan bahwa Kuliah umum diselenggarakan dalam rangka menyambut mahasiswa baru Jurusan Ilmu Politik sekaligus untuk memperingati dan memeriahkan Hari Santri Nasional di Unwahas.

Kuliah Umum dipandu langsung oleh Ketua Jurusan Ilmu Politik Zudi Setiawan, S.IP., M.Si. yang memaparkan secara singkat mengenai sejarah awal mula pesantren dan perannya dalam pergulatan politik di tanah air.

Prof Ronald kemudian menyampaikan materi kuliahnya secara jelas dalam bahasa Indonesia. Ia mengawali dengan mengatakan bahwa dirinya adalah seorang santri.

“Saya pernah mondok selama enam bulan di pesantren. Maka saya juga adalah seorang santri. Anda boleh panggil saya Kang Ronny sebagaimana sering dipakai di pesantren soal panggilan kang,” kata Ronald sambil tersenyum yang disambut dengan tepuk tangan para mahasiswa.

Ronald juga menceritakan lebih tertarik melihat visi politik jangka panjang, dibanding visi politik yang jangka pendek. Menurutnya, politik NU yang memiliki visi panjang lebih mengutamakan kepentingan negara, menjaga keutuhan dan kedamain NKRI.(zidane/adb)